6 September 2020Posted byolehMuhamad Bukhari Muslim
Kajian mengenai minoritas terus bergulir seiring dengan maraknya tindakan intoleransi terhadap mereka yang berbeda. Di antara kasus intoleransi yang baru-baru terjadi ialah penyerangan terhadap penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan di Cigugur (2020), terhadap pihak yang diduga Syi’ah di Solo (2020) dan pelarangan terhadap Syi’ah yang hendak menyelenggarakan kegiatan keagamaannya di Hari Asyura kemarin.
Pola Umum Kajian Minoritas
Kajian mengenai minoritas hadir untuk membela mereka yang posisinya selalu ditempatkan pada kondisi yang tidak beruntung. Mengadvokasi mereka yang secara sosial selalu dipinggirkan, didiskriminasi dan disubordinasi. Membela minoritas adalah panggilan keagamaan. Sebab agama, dalam hal ini Islam, tidak pernah merestui tindakan-tindakan represif yang demikian. Walaupun pelaku dalam melancarkan aksinya kerap mengatasnamakan Tuhan dan agama.
Adalah Ahmad Najib Burhani, seorang cendekiawan muda Muhammadiyah, yang turut hadir dan andil dalam membela minoritas dari subordinasi, diskriminasi dan persekusi. Najib adalah cendekiawan muslim yang saat ini tampil pada garda terdepan dalam melakukan advokasi terhadap minoritas. Hal ini dapat dilihat dengan dua karyanya: Menemani Minoritas dan Dilema Minoritas di Indonesia.
Namun, dari sekian banyak kajian Najib mengenai minoritas, di tulisan ini penulis hanya akan mengangkat pemikirannya perihal minoritas yang bertolak dari ayat-ayat di dalam al-Quran.
Sebagai mahasiswa tafsir, saya sangat tertarik dan terdorong untuk membahasnya. Pasalnya, hampir seluruh kajian minoritas yang ada, rata-rata berangkat dari teori sosial, politik dan budaya. Jarang ada yang mau lari ke doktrin-doktrin teologi dan mencari bagaimana sikap agama dalam menghadapi dan menyikapi minoritas. Saya kira Najib Burhani adalah satu-satunya cendekiawan yang baru melakukan kerja tersebut.
Hal itu mungkin lumrah dan wajar. Mengingat Trisno Sutanto (salah satu penulis buku Dilema Minoritas di Indonesia) dalam acara bedah buku yang digelar oleh IMM Komisariat Ushuluddin Cabang Ciputat mengatakan bahwa bagi mereka, membela minoritas dengan mencari pembenarannya kepada teologi adalah hal yang terdengar agak lucu.
Hal ini tentu berbeda dengan pandangan Ahmad Najib Burhani. Baginya, membela minoritas dengan mencari pembenarannya dalam doktrin teologi adalah hal yang perlu untuk dilakukan. Ia misalnya mengatakan, ketika Kang Moeslim (Moeslim Abdurrahman) bersama kawan-kawan LSM turun mengadvokasi masyarakat bawah, pikiran-pikiran mereka kurang diterima dan bahkan dicurigai.
Nanti setelah menggunakan bahasa yang bertendensi teologis, baru gagasan-gagasan mereka diterima. Singkatnya, sebagaimana tegas Najib, menggunakan bahasa-bahasa agama dalam membela minoritas akan membuat gagasan-gagasan kita lebih mudah diterima.
Ayat-Ayat Minoritas dalam Al-Quran
Sangat menarik melihat konsepsi Najib Burhani tentang minoritas. Ia mengatakan bahwa minoritas yang ia maksud, dengan meminjam definisi Louis Wirth, adalah mereka yang secara objektif menempati posisi yang tidak menguntungkan dalam masyarakat.
Jadi, minoritas tidak terbatas pada mereka yang memiliki jumlah rendah dan sedikit. Tapi bagi semua yang merasa yang dilemahkan. Hal ini selaras dengan konsepsi mustad’afin yang digagas oleh al-Quran. Mustad’afin berarti orang yang lemah dan yang dilemahkan.
Atau yang dalam beberapa terjemahan al-Quran bahasa Inggris diartikan sebagai brotherhood of the oppressed (kelompok kaum tertindas), the oppressed and dispossessed (mereka yang tertindas dan direbut hak-haknya), poor and marginalized people (kaum miskin dan termarginalkan), the downtrodden (yang tertindas), atau the abased on earth (mereka yang direndahkan di bumi). (Burhani: 2020).
Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Qashas ayat 5:
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).
Dalam tafsir Al-Munir karya Wahbah Zuhaili dijelaskan bahwa ayat ini secara khusus berbicara tentang Bani Israil yang ditindas oleh Fir’aun dan konco-konconya. Karenanya Allah menyelamatkan mereka dengan membebaskan mereka dari kejaran dan kejahatan Fir’aun dan menjadikan mereka kelompok yang memegang kekuasaan setelah Fir’aun. (Tafsir Al-Munir, hal. 347)
Jika ditarik dalam arti yang lebih luas, sesuai dengan redaksi ayat di atas, maka membebaskan dan menyelamatkan mereka yang tertindas dan dilemahkan adalah kehendak dan keinginan Tuhan kepada para hamba-Nya. Karenanya tidak salah jika Najib Burhani berkali-kali selalu menekankan kalau membela minoritas dan pihak yang tertindas adalah panggilan keagamaan yang harus disambut.
Berbeda Sebagai Keniscayaan
Lebih jauh, untuk menjelaskan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada minoritas dan pihak yang berbeda, Najib mengutip Q.S. al-Maidah [5]: 48 yang artinya:
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
Lewat ayat ini, Islam mengabarkan kepada manusia bahwa perbedaan (baik dalam hal agama, etnis, suku, bahasa) adalah sunnatullah. Perbedaan merupakan kehendak Tuhan. Namun, kata Najib, ayat ini bukan hanya tentang penggambaran realitas yang plural. Lebih jauh, kita harus merayakan keberagaman tersebut dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati (pluralisme). Meminjam istilah KH. Husein Muhammad, pluralisme merupakan keniscayaan teologis.
Tidak boleh ada tindakan persekusi dan diskriminasi terhadap minoritas dan mereka yang berbeda. Setiap umat Islam harus mengejewantahkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dalam kehidupannya. (Al-Anbiya [27]: 107)
Akhirnya, saya hanya bisa mengatakan bahwa kerja-kerja yang dilakukan oleh Ahmad Najib Burhani di atas harus diperbanyak dan diteruskan. Mencari dalil-dalil dari al-Quran dan hadis yang menyerukan kepada kita untuk membela mereka yang tertindas merupakan keharusan.
Karena kerja-kerja ini selanjutnya akan menyadarkan kelompok-kelompok yang melakukan penindasan atas nama Tuhan dan agama. Menyadarkan mereka kalau apa yang mereka perbuat selama ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan tindakannya merupakan tindakan yang sangat dimurkai Tuhan.
https://tanwir.id/ahmad-najib-burhani-dan-tafsir-ayat-ayat-minoritas/
No comments:
Post a Comment