Sunday, May 19, 2019

Bedah Buku "Menemani Minoritas": Perlu Perspektif Lain Membaca Ahmadiyah


Chandra Iswinarno

Bedah Buku "Menemani Minoritas" di Gedung Baitul Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2019). [Suara.com/Rambiga]

Tak ada perbedaan sama sekali antara Muslim Ahmadiyah dengan kelompok muslim pada umumnya, kecuali keyakinan Imam Mahdi telah turun pada wujud pendiri Ahmadiyah.



Suara.com - Minoritas kerap didefinisikan dengan jumlah kecil dan secara kekuasaan lemah, lantran itu pembelaan pada kelompok minoritas menjadi sikap yang seharusnya ditunjukan umat beragama atau cendekiawan untuk menegakan keadilan dan mendapatkan haknya.

Demikian diungkapkan Pengurus Pusat Muhammadiyah sekaligus Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Najib Burhani dalam pemaparan hasil penelitiannya dalam buku 'Menemani Minoritas'.
Najib mengatakan buku tersebut memaparkan perkenalannya dengan ragam komunitas minoritas, khususnya minoritas keagamaan di Indonesia, dengan memotret langsung keseharian kegiatan kelompok tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam buku tersebut adalah Ahmadiyah, komunitas muslim yang sudah dikenalnya selama 14 tahun. Ia pun telah menyaksikan dan menjalani kegiatan keagamaanya.
"Salah satu inti pembahasan itu, kita sering lihat Ahmadiyah dengan dari sisi persepektif A dari persepktif B. Tapi ada sebagian masyarakat yang tidak bisa menerima konsep-konsep itu, kita perlu melihat perspektif yang lain, yang menegakkan keagamaan, yang theologis dalam membaca tentang Ahmadiyah," kata Najib, di Gedung Baitul Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2019).
Najib sebagai peneliti pun mengikuti berbagai kegiatan keagamaan muslim Ahmadiyah seperti Jalsah (pertemuan tahunan) Ahmadiyah baik di Indonesia maupun di tempat awal berdirinya Ahmadiyah, yakni Qadian, India. Bahkan, bertemu dengan pemimpin tertinggi Muslim Ahmadiyah, Hazrat Mirza Masroor Ahmad yang diyakini sebagai Khalifah Muslim Ahmadiyah seluruh dunia.
Menurutnya, tidak ada perbedaan sama sekali antara Muslim Ahmadiyah dengan kelompok muslim pada umumnya, kecuali keyakinan Imam Mahdi telah turun pada wujud pendiri Ahmadiyah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad.
Kemudian, setelah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad wafat, kepemimpinan Muslim Ahmadiyah dilanjutkankan dalam bentuk Khilafat Spiritual dengan pemimpin tertingginya saat ini adalah Khalifah V yang bernama Hazrat Mirza Masroor Ahmad.
"Jadi buku 'Menemani Minoritas' ini mendasarkan kepada pendekatkan teologis tidak hanya HAM dan citizenship. Sebagian orang tidak dari kelompok Islam itu. tidak mau menerima konsep-konsep itu. Indonesia seperti sulit melihat mereka yang berbeda baik etnis, suku secara agama dan pemahaman agama dari satu agama. Kita perlu untuk lebih terbuka dari perbedaan itu dengan Bhineka Tunggal Ika bukan secara diskriminasi," ungkapnya.
Ia berharap, konstitusi Bangsa Indonesia harusnya melindungi perbedaan tersebut menjamin warganya dalam beragama serta memiliki keyakinan.
"Saya kira tidak ada hal-hal yang dilakukan melanggar dalam konteks negara. Jadi konsititusi itu melindungi segenap mereka yang memiliki keyakinan agama dan yang lain untuk ikut berdialog dan yang lainnya. Hanya saja ada kelompok tertentu itu memaksakan pemahaman yang dikatakan berbeda, seolah sejalan dengan komstitusi padahal tidak," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad mengatakan mengenal Ahmadiyah hampir 30 tahun sejak masa kuliah. Saat itu, Ahmadiyah selalu rajin mengenalkan Alquran yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Lanjut Rumadi, komunitas Ahmadiyah sangat unik. Meski terus menerus mendapatkan tindakan kekerasan, tetapi mereka tidak pernah mau menunjukan kekuatan perlawanan fisik, selalu sabar menghadapi semua tindakan tersebut.
"Gelombang tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah naik turunnya sangat ditentukan isu politik. Tapi secara hukum saat ini, Ahmadiyah lebih diuntungkan karena tidak ada pengadilan yang menyatakan Ahmadiyah dilarang oleh pemerintah," ujar Rumadi.
Dalam kegiatan bedah buku 'Menemani Minoritas' turut pula dihadiri oleh Ketua Umum Pemuda Ahmadiyah Mubarak Ahmad Kamil, Ketua Pemuda Pancasila Kecamatan Kemang Asep, Komunitas Gusdurian, Yayasan Satu Keadilan dan ratusan peserta lainnya.
Kontributor : Rambiga

https://jabar.suara.com/read/2019/05/19/161820/bedah-buku-menemani-minoritas-perlu-perspektif-lain-membaca-ahmadiyah

No comments:

Post a Comment

Diskusi IPM Banten